MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

 

A.    SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

Menurut Snouck Horgounje, orang Indialah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia menjelang akhir abad ke-13 Masehi. Pendapat ini sekaligus menjawab dari daerah mana Islam berasal. Pendapat ini didukung oleh Van Bonkel seorang Profesor asal Belanda dengan menunjukkan adanya pengaruh bahasa Tamil dalam bahasa Indonesia yaitu adanya istilah“lebai” yang berasal dari “labbai” atau “lappai” yang artinya pedagang dalam bahasa Tamil. Meski sama-sama mendukung pendapat Snouck Horgrounje, O’Sullivan tidak sepakat bahwa adanya istilah bahasa Tamil dalam bahasa Melayu menjadi alasan bahwa orang Indialah yang membawa Islam ke Indonesia.[1]

Pendapat tentang orang Indialah yang pertama kali membawa Islam ke Indonesia juga di dukung oleh G.E Marrison, namun menurutnya bukan dari Gujarat melainkan dari India Selatan, pantai Koromandel.[2]

Tregonning dalam bukunya “World History For Malaya, from Earliest time to 1551” berpendapat Saudara Arab dan India adalah dua bangsa yang memegang peran penting dalam membawa Islam ke Indonesia tapi masih belum terjawab. Dalam pembahasannya lebih jauh Tregonning menunjukkan peranan Arab dalam pelayaran dan perdagangan. Menurutnya lama sebelum Islam datang, pedagang Arab telah menguasai perdagangan hampir di semua pelabuhan India, dan dari pelabuhan India inilah pedagang Arab menguasai perdagangan rempah-rempah dan membawa Islam ke Asia Tenggara.[3]

Mmenurut Syaefuddin Zuhri, hampir semua ahli sejarah dan pengamat sejarah merasakan betapa amat sukarnya memperoleh kepastian tentang hari, tanggal dan tahun kapankan Islam datang ke Indonesia pertama kali. Letak kesulitannya adalah berpangkal pada bahan penyelidikan yang ditemukan atau catatan-catatan yang harus ditelaah itu bercampur baur sedemikian rupa sehingga memerlukan penyelidikan lagi. Mana yang mengandung nilai dan fakta sejarah, mana yang hanya berupa dongeng.[4]


B.    TEORI-TEORI TENTANG MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA

Berikut ada beberapa teori kedatangan Islam di Nusantara:

1.     Teori Gujarat dan Malabar

Teori Gujarat pada awalnya dikemukakan oleh Pijnappel yang mengaitkan kesamaan orang-orang Arab mazhab Syafi’i yang melakukan migrasi ke wilayah India kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang menyatakan begitu Islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan anak benud India, muslim Deccan yang banyak bermukim di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara, datang ke dunia Melayu sebagai penyebar islam pertama. Baru kemudian disusul oleh orang-orang Arab yang kebanyakan keturunan Nabi Muhammad saw. karena menggunakan gelar sayyid atau syarif yang menyelesaikan penyebaran Islam di Nusantara. Hurgronje tidak menyebut secara eksplisit asal wilayah yang dimaksudkan di wilayah India Selatan sebagai asal Islam tetapi hanya menyebut abad ke 12 sebagai periode paling awal yang memungkinkan bagi penyebaran Islam di Nusantara.[5]

            Teori Gujarat ini kemudian dikembangkan oleh Moquette yan mendasarkan kesimpulannya pada hasil pengamatan terhadap batu nisan di Pasai, kawasan utara Sumatera khususnya yang bertanggal 17 Zulhijjah 831 H/27 September 1428 M. Batu nisan tersebut mirip dengan batu nisan Maulana Malik al-Shalih (w. 822/1419) di Gresik, Jawa Timur dan memiliki kesamaan dengan batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat. Berdasarkan temuan ini, ia berkesimpulan batu nisan di Gujarat dihasilkan untuk pasar-pasar local dan kawasan lain di luar Gujarat termasuk Sumatera dan Jawa.[6]

2.     Teori Bengal

Teori ini berasumsi bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal dari Bengal yang dibuktikan oleh kemiripan yang terdapat pada seluruh batu nisan di Pasai, termasuk nisan Malik al-Shalih. Teori ini menolak teori yang menyatakan bahwa Islam berasal dari Gujarat sebagaimana pendapat Moquette, seorang sarjana Belanda yang berpendapat bahwa batu nisan pada makam Maulana Malik al-Shalih yang terdapat di Pasai berasal dari Gujarat. Menurut Fatimi, sebagimana dikutip oleh Azyumardi Azra, batu nisan tersebut dan batu-batu nisan lainnya yang ditemukan di Nusantara justru memiliki kemiripan dengan batu nisan yang berasal dari Bengal. Lebih lanjut Fatimi mengkritik para ahli yang mengabaikan batu nisan Siti Fatimah (bertahun 475/1082) yang ditemukan di leran, Jawa Timur. Teori tentang batu nisan ini banyak menuai kritik dari para ahli seperti Kern, Winstedt, Bousquet, Vlekke, Gonda, Schrikke, dan Hall. Mereka lebih mendukung teori yang dikemukakan oleh Moquette.[7]

3.     Teori Arab

Teori Arab dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold, Crawford, Nieman, dan Hollander. Arnold mengemukakan bukti yang menjadikan argumentasi tentang kesamaan mazhab antara Arab dan Nusantara, yaitu mazhab Syafi’i. Para pedagang Arab sejak abad 7 M telah menguasai perdagangan Barat-Timur. Arnold mengungkapkan bahwa menjelang perempat ketiga abad abad ke 7 seorang Arab telah menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir barat Sumatera. Mereka membentuk komunitas muslim dan melakukan assimilasi melalui perkawinan dengan penduduk setempat.[8]

4.     Teori Persia

Teori ini diperkenalkan oleh P.A. Hoesein Djajadiningrat yang berpendapat bahwa Islam masuk di Nusantara pada abad ke 13 melalui Samudra Pasai. Pendapat ini di angkat dari beberapa persamaan budaya yang berkembang di kalangan masyarakat Nusantara dengan Persia utamanya tradisi keagamaan penganut syi’ah yaitu pertama, peringatan 10 Muharram atau as-Syura sebagai hari kematian cucu Nabi, Husein di Karbala. Tradisi ini diperingati dengan membuat bubur as-Syura bahkan di Minangkabau dinamakan bulan Hasan-Husein. kedua, persamaan peninggalan arkeologi berupa batu nisan yang berasal dari Gujarat sebagaimana ditunjukkan pada makam Malik alShalih (1297 M) di Pasai dengan makam Malik Ibrahim (1419 M) di Gresik, ketiga, kesamaan ajaran al-Hallaaj, tokoh sufi dari Persia, Iran dengan paham Syekh Siti Jenar dari Jawa, keempat, menurut Nurcholish Madjid, penyebutan akhir dari beberapa kata-kata Arab pada masyarakat muslim Nusantara merupakan kata-kata yang tidak murni dari bahasa Arab tetapi berasal dari bahasa Persia, seperti kata yang berakhiran ta marbuta dibaca “h” pada saat berhenti yaitu shalat-un dibaca shalat, zakat- un dibaca zakah dan lain-lain.[9]

5.     Teori Cina

Teori ini berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Cina yaitu Kanton. Muslim kanton, Cina datang ke Jawa, sebagian ke Kedah dan Sumatera pada abad ke 9 M. kedatangan mereka sebagai pengungsi akibat penumpasan yang dilakukan pada masa Huang Chouterhadap penduduk di kanton Selatan yang mayoritas muslim. Pada perkembangannya peranan bangsa Cina semakin nampak dengan ditemukannya berbagai artefak yang memiliki unsur-unsur Cina misalnya arsitektur masjid-masjid Jawa Kuno semisal masjid Banten, Mustaka yang berbentuk bola dunia menyerupai stupa dengan dikelilingi empat ular yang hampir selalu ada di masjid-masjid kuno di Jawa sebelum arsitektur Timur Tengah mempengaruhi arsitektur masjid-masjid yang didirikan kemudian.[10]

 

C.    STRATEGI PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Diantara strategi penyebaran islam tersebut adalah:

Pertama, melalui jalur perdagangan awalnya islam merupakan Komunitas kecil yang kurang berarti. Interaksi antar pedagang muslim dari berbagai negeri seperti Arab,Persia,India,Melayu,dan Cina yang berlangsung lama membuat komunitas islam semakin berwibawa,dan pada akhirnya membentuk masyarakat muslim. Selain berdagang,para penyebar agama Islam dari berbagai kawasan tersebut,juga menyebarkan agama yang dianutnya,dengan menggunakan sarana pelayaran.[11]

Kedua, melalui jalur dakwah bi al-hāl yang dilakukan oleh para muballigh yang merangkap tugas menjadi pedagang.proses dakwah tersebut pada mulanya dilakukan secara individual. mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban syari’at Islam dengan memperhatikan kebersihan, dan dalam pergaulan mereka menampakan sikap sederhana.[12]

Ketiga, melalui jalur perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, muballigh dengan anak bangsawan Nusantara. Berawal dari kecakapan ilmu pengetahuan dan pengobatan yang didapati dari tuntunan hadits Nabi Muhammad Saw. ada di antara kaum muslim yang berani memenuhi sayembara yang diadakan oleh raja dengan janji, bahwa barang siapa yang dapat mengobati puterinya apabila perempuan akan dijadikan saudara, sedangkan apabila laki-laki akan dijadikan menantu.Dari perkawinan dengan puteri raja lah Islam menjadi lebih kuat dan berwibawa.[13]

Keempat, melalui jalur pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusmelalui jalur pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam di kerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim muballigh lokal, diantaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawaat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam di kerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim muballigh lokal, di antaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawa.[14]

Kelima, melalui jalur kultural. Awal mulanya kegiatan islamisasi selalu menghadapi benturan denga tradisi Jawa yang banyak dipengaruhi Hindu-Budha. Setelah kerajaan Majapahit runtuh kemudian digantikan oleh kerajaan Islam. Di Jawa Islam menyesuaikan dengan budaya lokal sedang di Sumatera adat menyesuaikan dengan Islam.[15]

 

D.    ALIRAN-ALIRAN ISLAM DAN PENGARUHNYA

Berikut aliran dan organisasi tersebut yang penulis rangkum dengan mengkelompokkan dari tingkat lokal, nasional, dan internasional. Di tingkat lokal beberapa aliran muncul dari tokoh lokal seperti:

1.     Paham Yusman Roy dari Pesantren itikaf dari Malang yang mengajarkan salat dengan membaca terjemahan bacaan.

2.     Pengajian Nurul Yaqin di Tangerang yang gurunya mengaku berjumpa langsung dengan Tuhan lewat mikraj. Rumahnya dibakar massa.

3.     Di Sulawesi pernah muncul seorang yang mengatakan bacaan salat dengan bersiul, ada juga paham bahwa salat harus langsung ke tanah, tidak boleh berlapis, seperti papan dan tegel. Anehnya, menurut penganjur paham ini, boleh salat dengan memakai sandal dan sepatu. Ada juga yang mengatakan bahwa salat tidak wajib dalam Alquran. Salat menurutnya diwajibkan Imam Syāfi‘ī melalui kaedah usul fikihnya.

4.     Di Sumatera Selatan, seorang oknum Kepala SD di Kabupaten Bungo, Jambi mengaku nabi dan rasul terakhir diutus Allah sesudah Nabi Muhammad SAW.

5.     Di Sumatera Utara, ada Soul Training, sebuah kelompok yang mengklaim bahwa Nabi Muhammad SAW. tidak meninggalkan apapun kecuali Alquran. Mereka mengklaim tidak ada salat Tarāwiḥ.MUI Kabupaten Deli Serdang menfatwakannya sebagaipaham sesat. Soul Taraining sudah dilarang oleh PemerintahSerdang Bedagai.

6.     Aliran al-Haq di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Aliran ini merupakan aliran yang mengajarkan kepada pengikutnya secara rahasia. MUI Pematangsiantar menfatwakan “sesat”.

7.     Satu pengajian di Langkat mengajarkan perubahan bacaan ayat-ayat Alquran. Misalnya, Iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în menjadi iyyâka a‘budu wa iyyâka asta‘in. Qulwuwallâhuahad menjadi huwallâhu ahad saja. Lalu difatwakan sesat oleh MUI Langkat.

8.     Pengajian Ismayani dan pengikutnya di Sentang, Kisaran difatwakan sesat oleh MUI Asahan. Di antara ajarannya adalah salat dan puasa waktu haid boleh dikerjakan, mendapat petunjuk atau ilham, jin tidak punya agama (kafir) tetapi selalu berzikir, bidadari adalah perempuan, sedang malaikat adalah laki-laki.

9.     Ajaran H. Mahmuddin Rangkuti di Mandailing Natal mengenai adanya nama Tuhan sebelum Allah, adanya keyakinan bahwa gambar seseorang dapat memberikan manfaat atau mudrat, adanya lukisan Nabi Muhammad, dan adanya amalan yang disebut qulhuwallâh sungsang. MUI Kabupaten Mandailing Natal memfatwakannya sesat dan menyesatkan.

10.  Ajaran Rudi Chairuddin di Desa Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai difatwakan sesat oleh MUI Kabupaten Sergei pada tanggal 21 Mei 2013. Di antara ajarannya adalah mengubah syahadat menjadi “asyhadu an lâ ilâha illallâh wa asyhadu anna Chairuddin rasûlullah.

11.  Pengajian Ar-Rahman di Desa Sambirejo Timur, Kabupaten Deli Serdang difatwakan sesat oleh MUI Sumatera Utara, karena menyatakan bahwa al-Fâtihah diturunkan Allah Ta‘ala kepada nabinabi. Kedua, al-Fâtihah menjadi anggota tubuh. Ketiga, menafsirkan qalam dengan zakar (kemaluan laki-laki) dan Pintu Kakbah dengan faraj (kemaluan perempuan) serta dengan air mani disebut manikam. Keempat, Tuhan = manusiasecara syariat yang mendapat risalah rasul dan kewalian.

12.  Pengajian tarekat Syaikh Muda Ahmad Arifin di PangkalanMasyhur, Medan, Sumatera Utara. Syekh Muda Ahmad Arifinmembangsakan dirinya kepada tarekat Sammaniah. Difatwakan oleh MUI Sumatera Utara sebagaialiran yang menyimpang dari ajaran Islam.[16]

 

E.    PROSES PERSINGGUNGAN ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL

Islam yang berkembang di pedalaman Jawa berbeda dengan Islam yang berkembang di pesisir adalah Islam yang mobilitas sosialnya tinggi dan mengikuti perkembangan dunia Islam.Setelah kerajaan Majapahit runtuh, maka muncul penggantinya di daerah pedalaman, muncullah kerajaan Mataram Islam tahun 1575 M. Karena masa peralihan yang lama antara kerajaan Islam pedalaman dan Islam pesisir, menyebabkan mereka saling berebut pengaruh yang menyebabkan terjadinya peperangan. Sultan Agung (1613 – 1645 M) dari kerajaan Mataram berusaha merebut kekuasaan kerajaan pesisir, sehingga unsur agama memegang peranan kembali, yakni di mata kerajaan-kerajaan pesisir kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam yang sinkritisme.[17]

Di keraton kesultanan berkumpul segolongan pujangga yang mencampuradukkan antara Islam dengan Hindu, seperti terbukti pada Babad Tanah Jawa yang mengandung pencampuran Islam dengan Hinduisme.Dalam kisah Babad Tanah Jawa di katakan bahwa, adapun raja-raja jawa berasal dari Nabi Adam yang mempunyai anak Sis, seterusnya mempunyai anak Nurcahya. Lalu Nurasa, kemudian Sang Hyang Wening, seterusnya sang Hyang dan akhirnya dijumpai Batara Guru yang gilirannya mempunyai Batara Wisnu sebagai salah seorang puteranya yang kemudian menjadi raja jawa dengan nama Pabru Set. Inilah sebuah contoh sinkritisme yang tidak disenangi oleh para alim ulama dan sultan-sultan pesisir. Sebagai bentuk kepeduliannya, maka para ulama di pesisir giat memasuki daerah pedalaman, melakukan gerakan dakwah di daerah kerajaan Mataram, menyerukan perlawanan rakyat terhadap Sultan Agung. Dari kisah Babad Tahan Jawa itu, maka kita dapat melihat bahwa telah menyebabkan terjadinya pertentangan antara kerajaan Islam di pesisir dengan sikap ortodoksnya , dengan kerajaan Islam pedalaman yang sinkritisme. Disinilah awal munculnya pertentangan antara Islam Sinkritisme dan ortodoks dalam arti telah terjadi pergumulan antara mempertahankan kemurnian akidah dengan pencampuran akidah yang dilakukan oleh kerajaan Islam di pedalaman(Hindu Budha kedalam Islam) demi mempertahankan pemburuan hegemoni kekuasaannya.[18]


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Syafrizal. “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

Anam, Moh Ariful. “Kemunculan Aliran Islam Dan Prospek Pluralisme Di Indonesia.” INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, LAW, AND SOCIETY (INCOILS) 2021 1, no. 1 (2022): 57–64.

Badjuber, Abdul Kadir. “Sejarah Masuknya Dakwah Islam Di Indonesia” 4, no. 1 (2021).

Haramain, Muhammad. “AKULTURASI ISLAM DALAM BUDAYA LOKAL.” Stain ParePare 11, no. 2 (2017).

Mursan, Sirojudin. “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

Nasution, Fauziah. “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).

Pulungan, Suyuthi. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Amzah, 2018.



[1] Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).

[2] Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).

[3] Fauziah Nasution, “Kedatangan dan Perkembangan Islam diIndonesia” 11, no. 1 (2020).

[4] Abdul Kadir Badjuber, “Sejarah Masuknya Dakwah Islam Di Indonesia” 4, no. 1 (2021).

[5] Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

[6] Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

[7] Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

[8] Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

[9] Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

[10] Sirojudin Mursan, “Teori Kedatangan Islam Dan Proses Islamisasi Di Nusantara” 13, no. 2 (2018).

[11] Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

[12] Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

[13] Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

[14] Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

[15] Achmad Syafrizal, “Sejarah Islam Nusantara” 2, no. 2 (2015).

[16] Moh Ariful Anam, “Kemunculan Aliran Islam Dan Prospek Pluralisme Di Indonesia,” INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAM, LAW, AND SOCIETY (INCOILS) 2021 1, no. 1 (2022): 5.

[17] Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Amzah, 2018).

[18] Muhammad Haramain, “AKULTURASI ISLAM DALAM BUDAYA LOKAL,” Stain ParePare 11, no. 2 (2017)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PERADABAN ISLAM

KERAJAAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA