PERADABAN TURKI USMANI

Sejak zaman dahulu di sebelah barat gurun Gobi terdapat sebuah suku yang bernama Turki. Suku ini hidup secara nomaden. Pada saat perkembangan periode Islam, mereka dikalahkan oleh bangsa Tartar. Sehingga mereka pindah ke barat hingga di tepi Laut Tengah (kini dikenal dengan sebutan Anatolia). Di sebelah selatan daerah ini terdapat suku bangsa Arab. Mereka bersentuhan dengan masyarakat Arab yang telah beragama Islam. Dengan komunikasi tersebut mereka mulai memeluk agama Islam sekitar abad ke-9. Suku bangsa Turki tersebut ahli perang, pintar berdiplomasi, dan akhirnya dengan waktu yang relatif singkat menjadi sebuah kekuatan politik yang besar.[1]

Bangsa Turki terbagi dalam berbagai suku. Diantara suku-suku tersebut, terdapat sebuah suku yang bernama suku Oghuz. Suku ini terbagi menjadi 24 sub-suku. Dari salah satu sub-suku tersebut lahirlah sultan pertama dinasti Turki Usmani, yakni Usman. Pada saat bangsa Mongol dan Kristen memerangi dunia Islam, bangsa Turki muncul sebagai pelindung Islam, bahkan mereka membawa panji Islam hingga ke tengah-tengah daratan Eropa.[2]

Pada abad ke-13 M saat Jengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya, Sulaiman Syah (kakek dari Usman) bersama pengikutnya kemudian bermukim di Asia kecil. Sulaiman mempunyai empat orang putra, yaitu Shunkur, Gundogdur, Al-thugril , dan Dun Dar. Kemudian Sulaiman Syah dan pengikutnya berpindah lagi ke Syam (Asia kecil). Dalam perjalanan menuju Syam tersebut Sulaiman Syah meninggal karena tenggelam di sungai Eufrat. Karena kecelakaan tersebut rombongan itu terpecah menjadi dua, sebagian kembali ke daerah asalnya yang dipimpin oleh dua putra Sulaiman yang pertama. Sementara rombongan yang kedua, yang di dalamnya terdapat dua putra Sulaiman yang terakhir, melanjutkan perjalanan ke Syam. Rombongan yang melanjutkan perjalanan ini dipimpin oleh Al-thugril. Akhirnya mereka berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin II di Kunia.[3]

Ketika Saljuk diserang Byzantium, Al-thugril membantu Sultan Alauddin II sehingga berhasil mematahkan serangan Byzantium. Sebagai balas jasa, Sultan Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya (wilayah yang berbatasan dengan Byzantium) kepada Al-thugril. Mereka terus membina wilayah tersebut dan akhirnya memilih Syukud sebagai ibukota. Di sanalah lahir putranya yang pertama yaitu Usman. Pada 1258 M Al-thugril meninggal dunia. Selanjutnya Usman mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan, Maka berdirilah dinasti Turki Usmani. Usman memindahkan Ibu kota ke Yeniy. Pada 1300 M Sultan Alaudin meninggal, maka Usman mengumumkan diri sebagai Sultan yang berdaulat penuh, ia mengkampanyekan dirinya dengan mencetak mata uang dan pembacaan khutbah atas nama dirinya. Kekuatan militer yang dimiliki oleh Usman menjadi benteng pertahanan bagi kerajaan-kerajaan kecil dari serangan Mongol. Dengan demikian secara tidak langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi.[4]


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Basyrul Muvid. “Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam” 2 (2018).

Rahmida Putri*, Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan. “Warisan Peradaban Islam Era Turki Utsmani Sebagai Penguat Identitas Turki Modern” 1, no. 2 (2021).

Uliyah, Taqwatul. “Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 1, no. 2 (2021).

 



[1] Muhammad Basyrul Muvid, “Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam” 2 (2018).

[2] Taqwatul Uliyah, “Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 7, no. 2 (2021).

[3] Muhammad Basyrul Muvid, “Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam” 2 (2018).

[4] Rahmida Putri*, Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan, “Warisan Peradaban Islam Era Turki Utsmani Sebagai Penguat Identitas Turki Modern” 1, no. 2 (2021).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PERADABAN ISLAM

KERAJAAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA